Kamis, 03 Februari 2011

CANDI KALASAN


Banyak orang selalu menyebut Borobudur saat membicarakan bangunan candi Budha. Padahal, ada banyak candi bercorak Budha yang terdapat di Yogyakarta, salah satu yang berkaitan erat dengan Borobudur adalah Candi Tara. Candi yang terletak di Kalibening, Kalasan ini dibangun oleh konseptor yang sama dengan Borobudur, yaitu Rakai Panangkaran. Karena letaknya di daerah Kalasan, maka candi ini lebih dikenal dengan nama Candi Kalasan

Selesai dibangun pada tahun 778 M, Candi Tara menjadi candi Budha tertua di Yogyakarta. Candi yang berdiri tak jauh dari Jalan Yogya Solo ini dibangun sebagai penghargaan atas perkawinan Pancapana dari Dinasti Sanjaya dengan Dyah Pramudya Wardhani dari Dinasti Syailendra. Selain sebagai hadiah perkawinan, candi itu juga merupakan tanggapan usulan para raja untuk membangun satu lagi bangunan suci bagi Dewi Tara dan biara bagi para pendeta.

Tubuh candi memiliki penampilan yang menjorok keluar di sisi tengahnya. Di bagian permukaan luar tubuh candi terdapat relung yang dihiasi sosok dewa yang memegang bunga teratai dengan posisi berdiri. Bagian tenggaranya memiliki sebuah bilik yang di dalamnya terdapat singgasana bersandaran yang dihiasi motif singa yang berdiri di atas punggung gajah. Bilik tersebut dapat dimasuki dari bilik penampil yang terdapat di sisi timur.

Bagian atap candi berbentuk segi delapan dan terdiri dari dua tingkat. Sebuah arca yang melukiskan manusia Budha terdapat pada tingkat pertama sementara pada tingkat kedua terdapat arca yang melukiskan Yani Budha. Bagian puncak candi berupa bujur sangkar yang melambangkan Kemuncak Semeru dengan hiasan stupa-stupa. Pada bagian perbatasan tubuh candi dengan atap candi terdapat hiasan bunga makhluk khayangan berbadan kerdil disebut Gana.

Bila anda mencermati detail candi, anda juga akan menjumpai relief-relief cantik pada permukaannya. Misalnya relief pohon dewata dan awan beserta penghuni khayangan yang tengah memainkan bunyi-bunyian. Para penghuni khayangan itu membawa rebab, kerang dan camara. Ada pula gambaran kuncup bunga, dedaunan dan sulur-suluran. Relief di Candi Tara memiliki kekhasan karena dilapisi dengan semen kuno yang disebut Brajalepha, terbuat dari getah pohon tertentu.

Di sekeliling candi terdapat stupa-stupa dengan tinggi sekitar 4,6 m berjumlah 52 buah. Meski stupa-stupa itu tak lagi utuh karena bagiannya sudah tak mungkin dirangkai utuh, anda masih bisa menikmatinya. Mengunjungi candi yang sejarah berdirinya diketahui berdasarkan Prasasti Candi yang berhuruf Panagari ini, anda akan semakin mengakui kehebatan Rakai Panangkaran yang bahkan sempat membangun bangunan suci di Thailand.

Candi ini juga menjadi bukti bahwa pada masa lalu telah ada upaya untuk merukunkan pemeluk agama satu dengan yang lain. Terbukti, Panangkaran yang beragama Hindu membangun Candi Tara atas usulan para pendeta Budha dan dipersembahkan bagi Pancapana yang juga beragama Budha. Candi ini pulalah yang menjadi salah satu bangunan suci yang menginspirasi Atisha, seorang Budhis asal India yang pernah mengunjungi Borobudur dan menyebarkan Budha ke Tibet.

Banyak orang selalu menyebut Borobudur saat membicarakan bangunan candi Budha. Padahal, ada banyak candi bercorak Budha yang terdapat di Yogyakarta, salah satu yang berkaitan erat dengan Borobudur adalah Candi Tara. Candi yang terletak di Kalibening, Kalasan ini dibangun oleh konseptor yang sama dengan Borobudur, yaitu Rakai Panangkaran. Karena letaknya di daerah Kalasan, maka candi ini lebih dikenal dengan nama Candi Kalasan

Selesai dibangun pada tahun 778 M, Candi Tara menjadi candi Budha tertua di Yogyakarta. Candi yang berdiri tak jauh dari Jalan Yogya Solo ini dibangun sebagai penghargaan atas perkawinan Pancapana dari Dinasti Sanjaya dengan Dyah Pramudya Wardhani dari Dinasti Syailendra. Selain sebagai hadiah perkawinan, candi itu juga merupakan tanggapan usulan para raja untuk membangun satu lagi bangunan suci bagi Dewi Tara dan biara bagi para pendeta.

Tubuh candi memiliki penampilan yang menjorok keluar di sisi tengahnya. Di bagian permukaan luar tubuh candi terdapat relung yang dihiasi sosok dewa yang memegang bunga teratai dengan posisi berdiri. Bagian tenggaranya memiliki sebuah bilik yang di dalamnya terdapat singgasana bersandaran yang dihiasi motif singa yang berdiri di atas punggung gajah. Bilik tersebut dapat dimasuki dari bilik penampil yang terdapat di sisi timur.

Bagian atap candi berbentuk segi delapan dan terdiri dari dua tingkat. Sebuah arca yang melukiskan manusia Budha terdapat pada tingkat pertama sementara pada tingkat kedua terdapat arca yang melukiskan Yani Budha. Bagian puncak candi berupa bujur sangkar yang melambangkan Kemuncak Semeru dengan hiasan stupa-stupa. Pada bagian perbatasan tubuh candi dengan atap candi terdapat hiasan bunga makhluk khayangan berbadan kerdil disebut Gana.

Bila anda mencermati detail candi, anda juga akan menjumpai relief-relief cantik pada permukaannya. Misalnya relief pohon dewata dan awan beserta penghuni khayangan yang tengah memainkan bunyi-bunyian. Para penghuni khayangan itu membawa rebab, kerang dan camara. Ada pula gambaran kuncup bunga, dedaunan dan sulur-suluran. Relief di Candi Tara memiliki kekhasan karena dilapisi dengan semen kuno yang disebut Brajalepha, terbuat dari getah pohon tertentu.

Di sekeliling candi terdapat stupa-stupa dengan tinggi sekitar 4,6 m berjumlah 52 buah. Meski stupa-stupa itu tak lagi utuh karena bagiannya sudah tak mungkin dirangkai utuh, anda masih bisa menikmatinya. Mengunjungi candi yang sejarah berdirinya diketahui berdasarkan Prasasti Candi yang berhuruf Panagari ini, anda akan semakin mengakui kehebatan Rakai Panangkaran yang bahkan sempat membangun bangunan suci di Thailand.

Candi ini juga menjadi bukti bahwa pada masa lalu telah ada upaya untuk merukunkan pemeluk agama satu dengan yang lain. Terbukti, Panangkaran yang beragama Hindu membangun Candi Tara atas usulan para pendeta Budha dan dipersembahkan bagi Pancapana yang juga beragama Budha. Candi ini pulalah yang menjadi salah satu bangunan suci yang menginspirasi Atisha, seorang Budhis asal India yang pernah mengunjungi Borobudur dan menyebarkan Budha ke Tibet.

Sumber : tourismsleman.com

Home Wisata Sleman

Ngancar Tridadi Sleman


Tidak ada komentar: